Archive for Januari 2012

Konten Lokal Berbasis Budaya Sangat Dibutuhkan Indonesia


.


Konten lokal, tentu sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Tapi pada kenyataannya, tidak banyak yang tahu apa definisi konten lokal yang sebenarnya. Lokal sendiri masih belum pasti pengertiannya. Namun, dari berbagai sumber dan pendapat kita dapat menyimpulkan bahwa konten lokal Indonesia adalah suatu media yang didalamnya terkandung informasi atau semacam aplikasi tentang sesuatu yang bersifat asli dan juga diciptakan oleh anak bangsa sendiri.
                Lokal, orang Indonesia sering berburuk sangka terhadap kata tersebut. Lokal dianggap tidak lebih baik dari pada hal yang didapat dari luar. Padahal pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. Lihat saja, dengan adanya kebebasab mengakses internet, semakin banyak orang tua yang dibuntuti oleh kekhawatiran atas apa yang dikonsumsi anaknya melalui internet. Dengan konten-konten yang pada dasarnya dibuat oleh bangsa asing, tidak semua budaya mereka dapat bercampur dengan budaya Indonesia. Budaya barat adalah salah satu contoh yang sekarang semakin marak digemari sebagai pelopor mode oleh masyarakat indonesia. Budaya barat yang berkategori bebas tentulah tidak cocok apa bila disandingkan dengan budaya timur. Inilah yang menjadi kekhawatiran dari para orang tua, ketika anaknya terpengaruh oleh budaya luar yang tidak sesuai dengan budaya kita. Ya, itu akan menjadi lebih baik jika yang ditiru adalah cara pola pikir atau kreatifitas orang barat yang sudah tidak diragukan lagi, namun dalam hal ini masyarakat Indonesia lebih memilih untuk meniru gaya hidupnya. Tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mencegah hal ini terjadi, karena internet telah memudahkan siapa saja untuk mengakses apa pun dan dimana pun. Entah disadari atau tidak, hal tersebut berhubungan dengan kepentingan konten lokal. Apabila konten-konten asing masih terus merajahi Indonesia, tidak menutup kemungkinan sedikit demi sedikit kebudayaan Indonesia akan lenyap tergantikan oleh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma negara kita. Dan negara kita akan tinggal namanya saja, tanpa karakter tanpa jiwa. Mau negara kita jadi seperti itu? Kalau saya, tentu tidak.
                Masih tentang anggapan masyarakat tentang lokal. Selama ini, masyarakat juga cenderung menganggap sesuatu yang lokal terkesan tidak keren, terbelakang atau ketinggalan jaman dibandingkan dengan sesuatu dari luar. Seharusnya tidak begitu. Kita juga dapat melestarikan budaya dengan tidak meninggalkan modernisasi yang kini melanda Indonesia. Seperti yang sudah saya jabarkan, bahwa sekarang ini internet tengah marak dikehidupan masyarakat. Maka dari itu, mari kita manfaatkan hal ini. Sudah banyak yang tahu, bahwa anak Indonesia juga bisa membuat situs jejaring sosial seperti halnya facebook dan twitter, yaitu salingsapa. Saya dapat mengambil kesimpulan bahwa budaya Indonesia dapat dilestarikan dan dipublikasikan lewat konten lakal. Kita butuh, sangat membutuhkan konten lokal. Agar nanti, budaya kita yang sudah mulai terkikis oleh arus modernisasi dapat bersaing dengan modernitas tersebut dikancah Internasional, dan yang paling penting budaya kita tetap lestari.
                Bahasa jawa adalah salah satu harta yang dimiliki oleh Indonesia. Bahkan warga Suriname, Belanda saja berusaha untuk melestarikan bahasa ini. Disini, saya beranggapan Indonesia membutuhkan konten lokal yang bekerja seperti facebook, semacam jejaring sosial pertemanan berbahasa Jawa.
                Karena bahasa Jawa juga sudah mulai punah. Memang, bahasa jawa kasar atau yang biasa disebut ngoko masih banyak digunakan. Tapi untuk krama alus atau bahasa Jawa yang sopan, yang halus sudah jarang ditemui. Anak muda jaman sekarang lebih suka mempelajari bahasa asing atau bahkan lebih suka menggunakan bahasa-bahasa yang tidak terdapat dalam kamus mana pun. Sebagai contoh, kata ‘Lebay’ yang oleh mereka diarikan berlebihan. Ini membuktikan bahwa ada kecenderungan anak muda Indonesia lebih terpengaruh oleh budaya asing. Sangat disayangkan, bahkan orang Suriname, Belanda saja sangat melestarikan bahasa Jawa yang bukan merupakan budayanya sendiri. Apakah kita sebagai pemilik asli dari bahasa Jawa tidak malu? Kalu saya, tentu malu. Seharusnya kita bangga karena mempunyai budaya yang diakui oleh bangsa asing. Namun bila seperti ini terus, budaya kita semakin hari semakin terlupakan, apa jadinya Indonesia. Bahasa Jawa pun dapat berpindah tangan menjadi kebudayaan Belanda kalau kita tidak bisa berbahasa Jawa.
                Disekolah pun, bahasa Jawa mulai dihilangkan dan diganti oleh Bahasa Inggris, Mandarin, Jepang atau yang lainnya yang dikemas dalam pelajaran muatan lokal atau biasa disingkat mulok. Dari namanya saja sudah muatan lokal, tapi kenapa bukan budaya lokal yang diambil. Menurut mereka, bahasa-bahasa asing tersebut dimasukkan dalam kategori muatan lokal karena memang akn ‘dilokalkan’ diIndonesia. Lalu apa manfaatnya berkoar-koar supaya kita melestarikan budaya bila bahasa daerah yang sudah jelas-jelas kebudayaan kita saja mau dihapuskan. Kemungkinan besar semua ini juga disebabkan oleh menjamurnya konten asing diIndonesia. Sehingga membuat masyrakat terobsesi untuk mempelajarinya. Meskipun sebelum dapat mempelajarinya mereka harus mempelajari bahasa luar dulu, bahasa asing. Tidak apa kalau hal ini diimbangi dengan tidak terlupakan atau tersingkirnya budaya sendiri. Berbeda dengan pola pikir bangsa asing, negara maju yang meskipun mempelajari kebudayaan asing, mereka tetap mempertahankan dan memjunjung tinggi budaya lokalnya. Sedangkan masyarakat kita hanya akan melakukan protes besar-besaran jika budayanya telah diklaim oleh pihak lain.
                Kembali kekonten lokal yang dibutuhkan oleh indonesia. Dalam jejaring sosial (lokal) ini juga, warga asing dapat mempelajari bahasa jawa. Dengan tersedianya layanan-layanan pembelajaran bahasa jawa atau bahkan budaya Jawa. Semua tentang Jawa. Karena Indonesia terdiri dari berbagai suku yang beragam, tentu tidak adil apabila hanya bahasa Jawa saja yang diistimewakan. Namun, dari berbagai bahasa daerah yang ada di Indonesia ini sepertinya memang bahasa Jawa lah yang nasibnya paling naas. Mungkin setelah adanya konten lokal ini, dapat dikembangkan denggan bahasa-bahasa daerah lain diIndonesia tentunya.
                Dikehidupan sehari-hari, telah saya singgung sebelumnya. Pemanfaatan konten loakal ini lebih menjurus sebagai media belajar bahasa daerah. Ayo kita lestarikan budaya Indonesia. Seperti yang sudah PT. XL Axiata yang memfasilitasi masyarakat Indonesia dengan konten lokal yang tentunya bermutu. XL Axiata memberi aplikasi facebook, twitter, dan sebagainya yang mempermudah komunikasi  dengan jarak yang jauh. Banyak bonus yang membuat penggunanya puas, dan tersedianya musik-musik lokal untuk diunduh melalui handphone. Keren bukan? Dan yang pasti ini tidak ketinggalan jaman. PT. XL Axiata telah membantu masyarakat Indonesia dalam bidang telekomunikasi sekaligus turut melestarikan ‘kelokalan’ Indonesia.