Archive for 2012

(tentang) kamu (lagi)


.

Kemarin malam, seseorang menanyakanmu. Mungkinkah dia tahu sesuatu tentangmu? mungkin saja. Apa dia tahu siapa kamu? Tulisanku terlalu frontal ya, he-he. Tapi kenapa tidak menebak siapa kamu ya? Hem,, ini menbuatku mengingatmu lagi, memikirkanmu.
Untuk meneruskan tulisan ini, aku sempat berhenti beberapa menit, cukup lama. Aku bingung dengan apa yang kuceritakan. Sebenarnya aku hanya ingin tahu:

Sedikit banyak faham- maksudnya apa?

Aku (tidak) takut kucing


.

Sekarang aku sedang bersama dengan M. Beferli Argajuna Dede Arta Pratama. Ha-ha, namanya puanjang ya? :p
Kami sedang asyik menikmati wifi gratis yang disediakan oleh pemerintah disekitar pendopo kota Bojonegoro. Tiba-tiba Dewi Murthosiyah datang meramaikan, kalau yang ini aku senang karena ada teman lain. Tapi setelah itu, datang sesuatu, sebuah, oh tidak, seekor; KUCING! Aaaaaaku benci kucing! Aku hanya mampu berteriak histeris, beberapa masang mata melirik, sebagian menertawakan. Be-ep, panggilan akrab untuk Beferli, dan dewi sedang membawa kucing itu mendekatiku, haaaaaaaaaaah, jauhkan dariku!
Sebenarnya, aku tidak takut kucing. Ya, aku tahu kucing itu lucu. Tapi aku takut dicakar! Kalau dari jauh, aku juga suka memperhatikan kucing. Nah, kalau dari dekat, aku angkat tangan. Jangan dekatkan kucing itu padaku.
Aku (tidak) takut kucing.

Menentang jalur


.



Bodoh!
Sebutlah aku bodoh
Tapi, menentang arus tidak salah

Seperti bumi yang bulat
Kau bisa melangkah ke Timur
Untuk pergi ke Barat

Bukankah sama?
Sepertinya aku memang harus berputar
Mungkin, untuk terus melanjutkan hidup
Aku perlu meninggalkan kehidupan

(Tidak ingin memberi judul)


.



18 Desember 2012
Maaf, beberapa hari terakhir aku terlalu sibuk untuk berbagi cerita padamu. Padahal banyak sekali yang ingin kuceritakan.
Hari minggu kemarin, aku kejuhanan. Dingin sekali. Tapi aku menikmatinya, seperti kembali ke masa kecil. Kadang aku suka hujan, meski aku lebih sering tidak suka. Hujan itu, tidak selamanya indah. Petir seringkali mengiringinya. Aku tidak suka petir, aku tidak suka hujan dengan petir, menakutkan. Karena itu lah, aku lebih suka gerimis. Gerimis itu melankolis, cenderung romantis.  Meski kadang memberi efek galau yang luar biasa, karena itu mengingatkanku pada sesuatu. He-he. Hem, mendung sedang menggantung. Pertanyaanku, mendung itu apa pertanda akan hujan? Menurutmu bagaimana? Kalau aku, tidak selamanya mendung itu pertanda hujan. Tapi ada beberapa orang yang meng-identikkan mendung dengan hujan. Emm, menurutku, satu hal yang identik dengan hujan dan gerimis; aroma tanah basah.
Aku tidak sengaja membiarkan tubuhku basah oleh hujan, saat itu aku sedang menyaksikan festival band yang diadakan oleh Polantas, salah satu band dari sekolahku ikut dalam festival ini. Blank On Band. Band yang memiliki lima personil (Rizka, Gilang, Priya, Hafidz, dan Wisnu) ini berhasil menyabet juara 3 pada hari itu. Best supporter juga! Ya, meskipun mereka harus tampil dengan seorang vokalis pengganti, karena  saat itu Rizka baru saja kecelakaan. Cepat sembuh Rizka. Good job Blank On, selamat ^^
Tapi aku mangkel dengan tanggapan kepala sekolahku. Gak ngajeni perjuangan sama sekali. Menurutku, itu sudah bagus, sebuah prestasi, tapi malah dicela. Memangnya beliau yakin bisa seperti mereka? Aku semakin gelo karena ini berimbas pada event yang akan dilaksanakan pada hari kamis besok. Gala Band, festival band intern Smada, itu progam kerjaku, dan sekarang menjadi sasaran, huh -_-. Anggaran dana dipotong, best guitarist, best drummer, dan best-best lainnya ditiadakan. Menghabis-habiskan uang katanya. Wong festival kalah gitu kok mau buat acara kayak gini!, begitu mudahnya beliau menjatuhkan mental kami. Padahal yang sebenarnya ingin kami kembangkan adalah bakat anak-anak yang memiliki talenta dimusik tersebut. Tapi kenapa malah dilarang? Huh.
Pak, tolong hargai kami sedikit saja. Jika memang tidak bisa menghargai kami, tolong, hargailah seni :')

Dewasalah sedikit!


.

Malam ini, seperti biasa aku terbangun pukul 12 lewat entah berapa menit. Ini sudah menjadi kebiasaan. Biasanya, setelah minum beberapa teguk air aku akn kembali tidur, tapi sekarang, aku kesulitan tidur. Terlalu banyak pikiran mungkin.
Aku membuka Hp, barang kali ada pesan. Benar saja, beberapa pesan mencuat dilayarnya. Dua diantaranya dari teman seperjuanganku, Juna. Linnn tangiii linn. Begitu isi pesannya. Aku sudah tahu, ini pasti tidak penting. Dia sering seperti ini. Tapi malam ini berbeda, Tadi, aku benar-benar marah padanya, kau tahu, tenatng postinganku mengenai professionalitas itu. Itu khusus kudedikasikan untuknya. Aku sebal melihat tingkahnya yang kekanakan. Dia sempat mengirimkan pesan yang berisi tentang permintaan maaf, tapi tidak ku gubris. Dia juga mengirimiku pesan yang isinya: Lin, yang itu tadi kepribadianku yang satunya. Memangnya, dia itu apa sampai punya banyak kepribadian, pikirku. Semua pesannya hanya ku baca, tidak ku balas. Kecuali yang terakhir ini, yang isinya memintaku untuk bangun. Kubalas: Opo?. Dia bilang: Hehe, kancani to, ojo ngamuk ya?. Dia memintaku untuk tidak marah, dan aku menurutinya. Aku tahu, dia masih seperti anak kecil, dan aku harus selalu bersikap sabar seperti kakaknya. Kadang menyebalkan, tapi mau bagaimama lagi, memang begitu sifatnya. Obrolan kami masih berlanjut sampai sekarang. Dan dia bercerita tentang film kesukaannya: Twiligh, yang setiap hari rutin ia tonton sebelum tidur. Dasar bocah aneh, kenapa tidak bosan-bosan ya. Aku seperti menanggapi ocehan-ocehan seorang adik kecil haha :p
Jun, dewasa lah sedikit :) ~Untuk kepribadian lain dalam diri Juna.

Profesionalitas


.

15 Desember 2012

Kali ini aku benar-benar muak.
Aku sudah terlalu banyak diprotes. Semua menekan. Tuntutan datang dari berbagai sudut. Lelah terlalu mendominasi. Aku mencoba percaya pada orang lain agar bisa membantuku. Kesempatan untuk menunjukkan bahwa dia profesional. Aku salah, jika aku terlalu mendominasi. Tapi bagaimana bila yang dipercayai tidak bisa mengerti? Egois, kekanakan.
Aku lelah.

KAMU


.



Aku tidak tahu, harus bagaimana mendiskripsikanmu. Aku bingung harus memulai dari mana. Sebenarnya, sudah banyak tulisan yang kubuat tentangmu, atau yang terinspirasi darimu. Meskipun begitu, aku tidak bosan memadati kertas dengan ceritamu. Tapi, entah mengapa untuk mengawalinya selalu sulit. Mungkin, karena terlalu banyak kata yang dapat menggambarkan kamu. Terlalu banyak hal yang ingin ku tulis tentangmu, sehingga aku justru bingung harus menulis yang mana terlebih dahulu. Aku suka menggerak-geraknya jariku berjam-jam, demi mengetik semua tentang kamu. Kadang, bila aku terlalu sibuk, aku akan menyentuh beberapa huruf pada tuts keyboard yang membentuk namamu, atau nama lain yang menginisialkan kamu, hanya untuk mengobati rinduku.
                Tak jarang aku merasa kamu keterlaluan. Kamu yang menempati urutan pertama di daftar orang yang kupikirkan. Selalu begitu. Sering kali aku berpikir untuk menyibukkan diri dengan hal lain yang lebih penting. Tapi apa pun yang ku lakukan selalu dapat mengingatkanku padamu. Mendung, gerimis, bahkan hujan, satu kesatuan yang turut menyumbang ingatan tentangmu. Kamu tahu, aku benci hujan. Hujan kadang menakutkan, tapi tidak dengan gerimis. Gerimis lebih manis, dimana aku pernah merasakan momen romantic bersamamu. Meskipun aku tidak yakin kamu menganggap itu romantic, setidaknya aku menganggap begitu. Komik, pensil, bahkan kursi taman pun menyisakan kenangan tentangmu. Semua seolah menyatakan dukungannya padamu untuk membuatku terus berada dalam dunia khayalku tentangmu. Keterlaluan.
                Sebegitu fanatiknya aku padamu, hingga aku lupa bahwa kita baru satu setengah tahun saling mengenal. Satu tahun lalu, diam-diam aku mulai memperhatikanmu. Diam-diam mengagumi, dan diam-diam menyimpan rasa. Sampai sekarang, rasa itu masih ada. Aku pernah putus asa karena sikapmu. Aku menyerah. Sempat keluar dari dunia khayalku, tidak mau terperangkap lagi. Beberapa bulan bersama orang lain tidak lantas membuatku berhenti berhubungan denganmu. Entah sudah berapa bulan belakangan ini, kita dipermukan dalam sebuah tanggung jawab. Mungkin inilah yang disebut takdir. Aku sudah menghindar, aku sudak berpaling. Tapi pada akhirnya, aku kembali lagi padamu. Aku kembali membangun dunia khayalku yang baru tentangmu, dan ini tidak seburuk dulu.
                Aku mulai tenggelam lagi dalam dunia khayalku. Aku mulai menulis lagi tentangmu. Sedikit dari tulisanku telah kamu baca. Tapi aku yakin kamu tidak tahu kalau yang ada dalam tulisan itu kamu. Semakin hari, semakin banyak yang dapat ku temukan darimu. Semakin banyak yang mengingatkanku padamu. Semua berarti. Ini semakin membaik. Hubungan kita semakin membaik. Aku tahu, kamu menganggapku teman biasa, tentu saja. Tapi sebenarnya aku berharap lebih meskipun aku tahu itu tidak mungkin. Sebut saja aku bodoh, aku memang bodoh terlalu mengharapkanmu.
                Pernah suatu hari, kamu yang tertutup menjadi sedikit terbuka padaku. Kamu bercerita tentang seseorang yang kamu cintai. Saat itu, aku hanya bisa menarik kedua pipiku untuk bisa menyerupai sebuah senyuman yang sebenarnya tidak dapat disebut sebagai senyuman. Kamu meminta saran, ku sarankan untuk berhenti menunggunya. Aku tidak memberikan saran itu karena aku menyukaimu dan aku cemburu. Bukan kerana aku ingin merusak cintamu padanya sehingga aku lebih mudah mendapatkanmu. Tapi, kamu sudah terlalu lama menuggunya. Terlihat jelas bahwa kamu lelah. Nantinya mungkin aku juga akan lelah menunggu seperti kamu. Lelah menunggu kamu.
                Kamu memintaku bercerita. Sama, aku menceritakan tentang seseorang yang aku cintai. Lalu tawa nyaring terlontar dari kita berdua, menertawakan nasip yang sama. Tanpa kamu ketahui bahwa dia yang aku ceritakan itu kamu. Aku semakin sering bercerita padamu tentang dia. Andai kamu tahu bahwa yang kuceritakan itu kamu ya.
                Ha-ha, ternyata tulisan ini penuh dengan kata kamu, tentangmu, padamu, dan banyak kata ber-imbuhan mu-mu lainnya. Apa ini membosankan. Bila kamu yang membacanya, mungkin kamu akan bosan. Yang ku tulis terlalu klise. Iya kan? Tapi beginilah hidupku satu tahun belakangan. Panuh dengan kamu. Sempat merasa ingin bosan, tapi tidak mampu. Aku tidak pernah bosan. Aku cinta apa pun tentangmu. Aku pemuja rahasiamu.
                Aku hanya bisa berharap. Aku sering menertawakan diriku sendiri. Tentu saja karena kamu. Hampir gila karenamu. Terlalu sering memikirkanmu membuatku merasa sedikit bodoh. Aku tahu, ini seperti menonton film yang sudah pernah ditonton sebelumnya. Kita sudah tahu endingnya seperti apa. Dan ending dari kisahku denganmu adalah sad ending. Aku tahu itu. Tapi kenapa kau tetap menyimpan rasa ini?
                Mencintaimu adalah rasa pahit yang pada akhirnya harus kunikmati. Marindukanmu memberi sensasi sakit yang selalu kunantikan. :’)
                Mr. X

Kimia? Sebisanya aja. Trigonometri? Mati


.



Kami, siswa kelas XI IPA 1 merasa seperti murid-murid yang dikhususkan dalam hal pembelajaran kimia.  Bagaimana tidak, kelas lain memiliki seorang guru imut bernama Pak Heli :p sedangkan kelasku memiliki seorang guru yang juga imut sebenarnya, bernama bu Erni. Kesamaaan mereka terletak pada keimutan dan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan cara mengajarnya, jangan ditanya, sangat berbeda. Pak Heli adalah guru yang mengutamakan teori, begitu menurut siswa kelas Ipa lain. Tidak begitu galak, sepertinya. Lalu bagaimana dengan Bu Erni? Diluar semua keburukannya, beliau adalah guru yang menurutku pribadi peduli dengan siswa. Beliau selalu menuntut siswanya untuk bisa. Bukan hanya teori, tapi juga praktek. Setiap kali ulangan, kami akan selalu disodori soal pilihan ganda. He, jangan dianggap remeh, soal ini memang soal pilihan ganda, tapi harus dikerjakan dengan metode soal uraian atau diberi cara penyelesaian. Huh, menurutku, ini sama saja dengan soal uraian. Bila jawaban di pilihan ganda benar, tapi cara penyelesaiannya salah atau bahkan tidak ada, itu akan dianggap salah :( Menyebalkan bukan? Materinya sulit, menconto pun tidak bisa, haha. Kami harus menyiapkan 2 lembar kertas folio untuk mengerjakan sekitar 25 atau 30 soal yang njelimet. Bahkan waktu 2 jam pelajaran tidak cukup bagi kami untuk menyelesaikan soal-soal itu. Kami kerap memakan jam istirahat untuk menyelesaikannya. Tidak heran, tiap kali ulangan kimia, kepala akan akan menyembulkan asap tipis tak kasat mata. Huhuhu, UTS (Ujian Tengah Semester) kemarin, kami juga harus menggunakan metode yang sama untuk mengerjakan ujian, padahal soal kami juga sama dengan kelas lain. Dan yang membuat soal adalah Pak Heli  -_-. Untungnya, UAS (Ujian Akhir Semester) tadi, bu Erni berbaik hati untuk memberi kami keringanan. Kami tidak harus memberi penyelesaian seperti biasanya, hanya memilih pada pilihan ganda :). Meskipun begitu, aku mengerjakan sebisaku, hahaha mau bagaimana lagi? Sudah menyelundupkan kalkulator, tapi lupa rumusnya, percuma kan? :p
Setelah pemanasan dengan soal kimia, aku dihadapkan pada soal remidi matematika. Iya, aku remidi, materinya trigonometri. Iya, yang kemarin ku ceritakan itu. Kau tahu ada berapa kode soal? Enam kode soal! Aku benar-benar tidak paham denagn materi yang satu ini. Sama sekali. Ada 4 soal, soal nomer 1, aku tahu rumusnya B-) tapi tidak tahu penyelesaian akhirnya -_-. Aku bisa, dan sudah pasti benar :). Soal nomer 3, sama dengan nomer 1. Soal nomer 4? Mati. Tidak paham dengan soalnya :(. Empat soal, yang sudah pasti benar hanya satu, yang sudah pasti salah sudah satu, yang dua masih ambigu.
Aku pasrah. Yang pasti, semalam aku belajar :)

‘Matoh’ Bukan Sekedar Embel-Embel


.


(Tiba-tiba pengen posting artikel ini :)


Dewasa ini, Bojonegoro terkenal dengan gelar ‘matoh’-nya. Tapi, ‘matoh’ dari segi apanya? Ekonomi? Saya rasa bukan. Sumber daya alam? Nah, ini baru matoh. Sumber daya lamnya matoh, lalu bagaimana dengan sumber daya manusianya? (Masih) Belum matoh menurut saya. Lihat saja, sumber minyak di Bojonegoro merupakan bukti bahwa sumber daya alam Bojonegoro memang hebat. Tapi, apa warga Bojonegoro sudah dapat dikatakan makmur? Belum, kalau dilihat dari sisi kemakmuran orang asing yang mengolah dan meraup keuntungan dari hasil minyak bumi Bojonegoro. Lho, jangan menyalahkan orang asing. Kalau kita sebagai warga Bojonegoro mampu mengelola potensi itu, pasti kita bisa jauh lebing berkembang, terutama dalam bidang perekonomian. Maka dari itu, warga Bojonegoro dan pemerintah harus menengok kepada diri sendiri, yang masih harus belajar dan belajar, juga mengembangkan pendidikan.
Bagaimana dengan pariwisatanya? Sepertinya penurunan telah terjadi. Waduk pacal, Khayangan api, Bendung gerak, dan lain sebagainya. Apa kabar mereka? Masih dalam taraf standart bukan? Belum berkembang. Bahkan katanya, Khayangan api sudah mulai hilang api abadinya. Sudah padam ketika diguyur hujan. Oh, satu lagi, yang mungkin sudah hampir terlupakan, Mliwis Putih! Yang hanya ada di Bojonegoro, namun bagaimana nasibnya? Sudah tidak digunakan, tutup.
Lalu, apa yang disebut ‘matoh’ dari Bojonegoro? Karena Bojonegoro punya Kange Yune (duta wisata Bojonegoro)? Memang Kange Yune masih ada, tapi menurut saya Kange Yune merupakan sebuah formalitas belaka. Bagaimana tidak? Apa to tugas Kange Yune? Untuk memperkenalkan objek wisata dan budaya Bojonegoro kepada masyarakat luar? Sekarang anda bisa melihat sendiri, bahkan banyak warga Bojonegoro yang belum pernah berkunjung ke Khayangan api. Apalagi berkunjung, tempatnya saja ada yang belum tahu. Itu warga Bojonegoro, bagaimana dengan masyarakat luar? Kange Yune juga bertugas memperkenalkan budaya Bojonegoro, apa yang mau diperkenalkan? Batik? Tanyakan pada orang Bojonegoro, apa mereka hafal nama sembilan motif batik Bojonegoro? Jawabannya pasti tidak. Tengul? Bahkan ada yang tidak tahu kalau tengul itu nama tarian khas Bojonegoro. Mungkin Ledre lah yang paling beruntung dari semuanya. Yang masih diproduksi higga sekarang dan masih menjadi oleh-oleh asli Bojonegoro.
Sepertinya sama dengan Kange Yune, Raja Rani (duta lingkungan hidup Bojonegoro) juga merupakan sebuah ajang formalitas disini. Atau bahkan banyak warga Bojonegoro yang baru tahu tentang adanya Raja Rani dari tulisan saya. Mungkin saja. Melihat tanah Bojonegoro yang dulu mempunyai selogan asri, kini semakin tidak terurus. Tembakau merupakan tanaman yang dihasilkan di Bojonegoro. Namun akibat cuaca yang tidak menentu, panen tembakau banyak yang gagal. Salah siapa? Saya, anda, Raja Rani, atau kita? Yang pasti jangan salahkan cuaca, karena iklim menjadi semrawut juga karena ulah kita sendiri.
Lho, tidak setuju dengan pendapat saya? Setuju boleh, tidak juga bukan masalah. Karena pada intinya, setuju atau tidak setuju anda, saya tetap berpendapat bahwa embel-embel ‘matoh’ yang mengekor pada Bojonegoro masih sangat dini. Masih terlalu riskan untuk meyimpulkan, yang mana yang dikatakan ‘matoh’. Apa seluruhnya, yang saya kira justru semrawut.
Kalau memang anda tidak setuju dengan pendapat saya, buktikan bahwa pendapat saya salah. Perlihatkan bahwa Bojonegoro benar-benar ‘matoh’. Gali semua potensi yang ada, termasuk potensi terkecil sekalipun. Tapi, jangan hanya digali lalu ditinggalkan, olah dan kembangkan.
Tidak jauh berbeda, anda yang sependapat dengan saya. Lakukan hal yang sama, kembangkan Bojonegoro dari berbagai segi. Pendidikannya, pariwisatanya, lingkungannya, budayanya, jika semua sudah berkembang ekonomi akan otomatis mengikuti. Jangan hanya menggerutu, tapi tidak bertindak. NATO (No Action Talk Only). Jangan melirik pada saya, setidaknya saya sudah sedikit bertindak membuka dan menyampaikan aspirasi saya dan mungkin sebagian orang melalui tulisan ini.
Sederhana bukan? Hanya ingin merealisasikan Bojonegoro yang benar-benar ‘matoh’. Agar ‘matoh’ tidak dianggap sekedar embel-embel.