Untuk Tuan Melankolis.
Hai,
aku tahu aku tidak akan pernah bisa menyampaikan ini secara langsung. Maka, aku
ingin kamu membaca ini.
Mungkin
ini akan menjadi terakhir kali aku menyebutmu Tuan Melankolis. Rasanya, untuk
sekarang, sebutan itu sudah tidak berlaku lagi. Masing-masing dari kita sudah
berubah, ya?
Em,
kamu tahu? butuh keberanian untuk menulis ini. Aku berusaha agar mataku tidak
bengkak pagi ini. Aku akan berusaha untuk melupakanmu. Meskipun aku tahu ini
tidak akan mudah, tapi tenang saja, aku akan berusaha. Tidak akan sakit, rasa
sakit hanya akan bertahan untuk beberapa hari saja. Selanjutnya, aku akan jatuh
cinta lagi dengan orang lain. Dan, bahagia tentu saja. Seharusnya ini mudah.
Tapi
maaf, sepertinya aku butuh sedikit waktu untuk menormalkan rasaku. Jadi, jangan
marah saat aku tidak menyapamu ketika kita bersisipan. Jangan tersinggung saat
aku mengacuhkanmu. Jangan merasa bersalah saat aku menganggapmu sebagai orang
lain. Mencintai bisa dipelajari, tapi melupakan itu lebih sulit.
Maaf.
Aku tidak pernah bermaksud membuat hubungan kita jadi sulit. Aku tidak pernah
bermaksud merusak persahabatan kita. Cinta hanya jatuh begitu saja bukan? Tanpa
aba-aba. Jadi, mari kita tetap menjadi sahabat. Seperti hari-hari sebelumnya.
Jauh sebelum ini. Ketika kita masih sering berbagi cerita tanpa kecanggungan,
tanpa celah, tanpa sekat.
Masih
ingat saat pertama kali kamu tahu tentang perasaanku? Lewat blog ini juga, kan?
Saat itu aku benar-benar tidak bermaksud mempublikasikannya. Aku hanya tidak
sengaja, tapi ternyata kamu mebacanya. Dan saat kamu mempertanyakan itu padaku.
Kamu tidak tahu betapa gugup dan malunya aku. Aku tidak tahu harus membalas
apa. Aku bahkan menelfon semua teman yang tahu tentang rahasiaku itu.
Sayangnya, itu sudah malam, tidak ada yang mengangkat telfonku. Mungkin mereka
sudah tidur.
Kali
ini, aku tidak akan menelfon siapapun saat aku mengetahui kamu sudah membaca
ini. Kerana aku memang sengaja memintamu membacanya. Oh iya, maaf kalau aku
membuatmu membuang waktu dengan membaca ini.
Aku
pikir, kamu akan merasa bersalah setelah membaca ini. Kamu selalu begitu ya?
Jangan merasa bersalah. Sudah kubilang aku yang memulai ini. Aku yang membuat
semua ini menjadi berantakan. Jadi, anggap saja ini salahku. Aku yang selalu
menyalah artikan kedekatan kita.
Aku
yang bodoh kok. Kamu benar, seseorang tidak akan pernah merasa mendapat harapan
palsu kalau dia tidak mengaharapkan. Aku yang berharap. Bahkan setelah kamu
menyembunyikan statusmu dengan seseorang dari sekolah sebelah, aku masih
berharap. Dengan lancang aku masih percaya bahwa semua yang kamu lakukan padaku
berbeda, istimewa. Maaf. Bahkan sampai kemarin, aku masih percaya dengan apa
yang sempat kamu katakana pada Dewi
Sampai
semalam, aku tahu kalau hubungan kita tidak akan menjadi lebih. Dan, semua
perlakuanmu padaku itu hanya karena aku sahabatmu. Mungkin kamu benar-benar
menyayangiku sebagai sahabat ya, hehe :p
Terima
kasih sudah mengisi puluhan kertas kosongku dan menjadikan mereka berarti. Terima
kasih sudah menjadi inspirasi.
Kamu
pernah janji tidak akan memandangku seperti orang lain bukan? Karena untuk
sementara waktu ini mungkin aku akan berpura-pura tidak mengenalmu, aku akan
melupakan janji itu. Sepertinya dengan begitu akan lebih mudah juga untukmu.
Maaf, aku banyak menyusahkanmu. Membuat posisimu menjadi sulit dan serba salah.
Kita akan tetap menjadi sahabat. Aku tidak
akan merusak ini. Aku tidak ingin kehilangan sahabat sepertimu. Aku hanya butuh
waktu.
PS: Jangan ragu, dia menyukaimu.
Dia bahkan sudah pernah mengatakan ini pada sahabatku (yang juga sahabatnya)
sebelum ini ;) {()}