KAMU


.



Aku tidak tahu, harus bagaimana mendiskripsikanmu. Aku bingung harus memulai dari mana. Sebenarnya, sudah banyak tulisan yang kubuat tentangmu, atau yang terinspirasi darimu. Meskipun begitu, aku tidak bosan memadati kertas dengan ceritamu. Tapi, entah mengapa untuk mengawalinya selalu sulit. Mungkin, karena terlalu banyak kata yang dapat menggambarkan kamu. Terlalu banyak hal yang ingin ku tulis tentangmu, sehingga aku justru bingung harus menulis yang mana terlebih dahulu. Aku suka menggerak-geraknya jariku berjam-jam, demi mengetik semua tentang kamu. Kadang, bila aku terlalu sibuk, aku akan menyentuh beberapa huruf pada tuts keyboard yang membentuk namamu, atau nama lain yang menginisialkan kamu, hanya untuk mengobati rinduku.
                Tak jarang aku merasa kamu keterlaluan. Kamu yang menempati urutan pertama di daftar orang yang kupikirkan. Selalu begitu. Sering kali aku berpikir untuk menyibukkan diri dengan hal lain yang lebih penting. Tapi apa pun yang ku lakukan selalu dapat mengingatkanku padamu. Mendung, gerimis, bahkan hujan, satu kesatuan yang turut menyumbang ingatan tentangmu. Kamu tahu, aku benci hujan. Hujan kadang menakutkan, tapi tidak dengan gerimis. Gerimis lebih manis, dimana aku pernah merasakan momen romantic bersamamu. Meskipun aku tidak yakin kamu menganggap itu romantic, setidaknya aku menganggap begitu. Komik, pensil, bahkan kursi taman pun menyisakan kenangan tentangmu. Semua seolah menyatakan dukungannya padamu untuk membuatku terus berada dalam dunia khayalku tentangmu. Keterlaluan.
                Sebegitu fanatiknya aku padamu, hingga aku lupa bahwa kita baru satu setengah tahun saling mengenal. Satu tahun lalu, diam-diam aku mulai memperhatikanmu. Diam-diam mengagumi, dan diam-diam menyimpan rasa. Sampai sekarang, rasa itu masih ada. Aku pernah putus asa karena sikapmu. Aku menyerah. Sempat keluar dari dunia khayalku, tidak mau terperangkap lagi. Beberapa bulan bersama orang lain tidak lantas membuatku berhenti berhubungan denganmu. Entah sudah berapa bulan belakangan ini, kita dipermukan dalam sebuah tanggung jawab. Mungkin inilah yang disebut takdir. Aku sudah menghindar, aku sudak berpaling. Tapi pada akhirnya, aku kembali lagi padamu. Aku kembali membangun dunia khayalku yang baru tentangmu, dan ini tidak seburuk dulu.
                Aku mulai tenggelam lagi dalam dunia khayalku. Aku mulai menulis lagi tentangmu. Sedikit dari tulisanku telah kamu baca. Tapi aku yakin kamu tidak tahu kalau yang ada dalam tulisan itu kamu. Semakin hari, semakin banyak yang dapat ku temukan darimu. Semakin banyak yang mengingatkanku padamu. Semua berarti. Ini semakin membaik. Hubungan kita semakin membaik. Aku tahu, kamu menganggapku teman biasa, tentu saja. Tapi sebenarnya aku berharap lebih meskipun aku tahu itu tidak mungkin. Sebut saja aku bodoh, aku memang bodoh terlalu mengharapkanmu.
                Pernah suatu hari, kamu yang tertutup menjadi sedikit terbuka padaku. Kamu bercerita tentang seseorang yang kamu cintai. Saat itu, aku hanya bisa menarik kedua pipiku untuk bisa menyerupai sebuah senyuman yang sebenarnya tidak dapat disebut sebagai senyuman. Kamu meminta saran, ku sarankan untuk berhenti menunggunya. Aku tidak memberikan saran itu karena aku menyukaimu dan aku cemburu. Bukan kerana aku ingin merusak cintamu padanya sehingga aku lebih mudah mendapatkanmu. Tapi, kamu sudah terlalu lama menuggunya. Terlihat jelas bahwa kamu lelah. Nantinya mungkin aku juga akan lelah menunggu seperti kamu. Lelah menunggu kamu.
                Kamu memintaku bercerita. Sama, aku menceritakan tentang seseorang yang aku cintai. Lalu tawa nyaring terlontar dari kita berdua, menertawakan nasip yang sama. Tanpa kamu ketahui bahwa dia yang aku ceritakan itu kamu. Aku semakin sering bercerita padamu tentang dia. Andai kamu tahu bahwa yang kuceritakan itu kamu ya.
                Ha-ha, ternyata tulisan ini penuh dengan kata kamu, tentangmu, padamu, dan banyak kata ber-imbuhan mu-mu lainnya. Apa ini membosankan. Bila kamu yang membacanya, mungkin kamu akan bosan. Yang ku tulis terlalu klise. Iya kan? Tapi beginilah hidupku satu tahun belakangan. Panuh dengan kamu. Sempat merasa ingin bosan, tapi tidak mampu. Aku tidak pernah bosan. Aku cinta apa pun tentangmu. Aku pemuja rahasiamu.
                Aku hanya bisa berharap. Aku sering menertawakan diriku sendiri. Tentu saja karena kamu. Hampir gila karenamu. Terlalu sering memikirkanmu membuatku merasa sedikit bodoh. Aku tahu, ini seperti menonton film yang sudah pernah ditonton sebelumnya. Kita sudah tahu endingnya seperti apa. Dan ending dari kisahku denganmu adalah sad ending. Aku tahu itu. Tapi kenapa kau tetap menyimpan rasa ini?
                Mencintaimu adalah rasa pahit yang pada akhirnya harus kunikmati. Marindukanmu memberi sensasi sakit yang selalu kunantikan. :’)
                Mr. X

Your Reply