Berawal Dari Membaca (Juara 3 Lomba menulis Essai Se-Bojonegoro)


.

“Membacalah! Karena membaca sangat bermanfaat bagi kehidupan kita”

Mungkin kalimat yang tercetak miring di atas sudah ‘menjamur’ dan tergolong kalimat bergelar ‘pasaran’ karena terlalu sering di ‘obral’.  Basi. Sudah banyak diperdengungkan, namun jarang dilaksanakan. Ya, seperti itu lah realitanya. Entah karena terlampau sering dikatakan atau apa, aku sendiri tidak mengerti kenapa wejangan ini sering di anggap angin lalu belaka. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
                Dulu aku juga begitu. Tidak mempunyai sedikit pun niat untuk membaca, jangankan membaca melihat buku-buku yang ketebalannya sampai ber-cm-cm saja aku malas. Hanya dengan melihatnya.
                Ini disebabkan karena dari kecil keluargaku memang tidak mengajarkan budaya membaca. Orang tuaku tidak peduli dengan apa itu membaca, dengan apa manfaat atau kegunaannya. Bukan sebuah kepentingan memikirkan atau membicaran masalah membaca bagi mereka. Bukan dunia mereka. Aku lahir di keluarga yang, ya, seperti tu. Maka, terciptalah aku yang seperti itu pula. Persetan dengan membaca, apa peduliku? Tentu saja, semua uraianku di atas mengecualikan sesuatu, yaitu Al-Qur’an. Sebaliknya, kalau ini malah merupakan bacaan wajib keluargaku, umat Islam. Selain itu, orang tuaku masih pernah menyuruhku membaca, buku pelajaran.
                Coba saja, cari buku bacaan apa yang bisa ditemukan dirumahku. Aku berani bertaruh, tidak akan menemukan buku lain selain buku pelajaranku, buku panduan menggunakan kulkas, handphone dan alat-alat lain yang memiliki buku panduan. Keluargaku tidak pernah membeli koran atau bahkan majalah. Mereka menyerap informasi dari televisi. Televisi memang lebih menarik dari pada koran. Ada suaranya, ada gambar yang bisa bergerak pula. Bila dibandingkan dengan koran yang membosankan. Tapi tetap ada, saat-saat dimana koran terdampar dirumahku. Saat aku mendapatkan tugas membuat kliping dari guruku. Aku akan membeli atau paling tidak meminta koran bekas dari tetanggaku untuk kupotongi dan kutempel beberapa kolomnya dalam kertas lain sebagai hasil tugasku.
                Saat itu, aku juga masih tidak tertarik untuk membaca. Yang kulihat hanya gambar-gambarnya saja. Sedangkan untuk menentukan tulisan mana yang akan kukliping, tinggal menengok judulnya.
Aku belum tahu pasti, apa yang disebut dengan ‘manfaat’ dari membaca. Sekedar tahu isinya? Mungkin. Mendapat pujian dari teman karena berhasil menyapu habis setiap kata yang berbaris rapi dalam ratusan lembar kertas? Bisa jadi. Dapat mengerjakan tugas kliping? Oh, aku bahkan hanya membaca judulnya. Lalu apa lagi? Entahlah, pikirkan sendiri. Yang pasti aku tidak membaca, tidak suka, karena aku tidak tahu untuk apa aku membaca.
Namun lonjakan besar terjadi padaku saat duduk dikelas tujuh SMP. Seseorang, seorang guru memaksaku dan semua teman sekelasku untuk membaca. Menerjunkanku kedalam dunia antah berantah imajinasi membaca. Mau tidak mau, aku harus membaca. Minimal satu buku setiap minggunya. Tugas berat. Kenapa beliau tidak memberi kami tugas untuk mengerjakan seratus soal tiap minggunya saja? Itu lebih baik. Alasannya sama “Karena membaca memiliki banyak manfaat untuk kita,”. Tapi beliau tidak menjabarkan apa makna ‘manfaat’ itu. Hanya mempertegas sanksi bila tugas tersebut tidak dilaksanakan, yaitu tidak diperbolehkan mengikuti jam pelajaran beliau.
Tapi karena pada dasarnya aku adalah pekerja keras yang selalu berusaha mewujudkan apa yang kuinginkan dan menyingkirkan apa yang menggangguku, aku berusaha membaca-padahal sebenarnya tidak membaca-tapi tetap tidak dikeluarkan dari kelas beliau.
Untuk pertama kalinya, aku masuk ke perpustakaan sekolah, saat itu. Banyak rak-rak terjajar rapi, tentunya dengan puluhan buku didalamnya. Aku terperangah, siapa yang hendak membaca semua buku-buku ini? Melihat satu persatu rak tersebut, mencari kelompok buku ‘sastra’ yang telah direkomendasikan oleh guruku. Aku mencari buku paling tipis dari segi halaman disana. Yang ku temukan bertulis: Sherlock Holmes. Tapi bukan itu yang menjadi pilihanku, karena aku memutuskan untuk meminjam buku: Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara. Kupikir, dengan meminjam buku ini aku akan dianggap membaca. Bagaiman tidak, tanpa membacanya saja aku telah katam dan hafal di luar kepala tentang isi dari masing-masing cerita rakyat itu.
Minggu pertama terselamatkan oleh Cerita Rakyat Nusantara. Minggu ke-dua? Harus meminjam buku yang mana lagi, yang bisa membuatku tidak perlu membaca tapi tetap selamat dari pengusiran pak guru. Akhirnya aku mangambil buku yang seharusnya menjadi buku pertama yang ku pinjam. Ya, salah satu seri dari Sherlock Holmes. Buku paling tipis.
Aku mulai membaca, walau hanya sinopsisnya. Kalau tidak begitu akan ketahuan kalau aku tidak membaca, saat guruku bertanya tentang garis besar buku itu dan aku tidak bisa menjawab. Tapi ternyata dugaanku salah. Membaca sinopsisnya saja tidak cukup dan malah membuatku penasaran akan isinya. Inilah kali pertama kau mempunyai niat untuk membaca buku. Kusadari satu hal, buku yang tipis dari segi halamannya bukan berarti tipis bobot kualitanya. Aku harus membaca Sherlock Holmes itu berulang-ulang hingga akhirnya aku paham.
Ketika itu, aku mulai berubah. Ada sesuatu yang lebih yang bisa mendorongku untuk membaca. Rasa penasaranku terhadap orang-orang hebat yang mampu merangkai kata sedemikian rupa. Membiusmu masuk kedalam dunianya.
Aku mulai suka membaca, dari buku-buku tipis hingga yang tebalnya ber-cm-cm habis kubaca. Aku sangat mengagumi orang yang berprofesi sebagai penulis. Ini karena aku membaca novel tulisan Dee (Dewi Lestari) yang berjudul Supernova-Akar. Aku sendiri tidak mengerti kenapa aku suka. Padahal, saat itu aku adalah orang awan yang baru terjun pada dunia membaca dan belum dapat memahami apa yang dituliskan Dee pada novelnya (Supernova-Akar) itu. Tapi aku suka dan tetap kubaca. Masih karena karya Dee, kali ini yang berjudul Perahu Kertas. Menarik, tidak se-njelimet Supernova, lebih ringan tapi tidak kalh berbobot. Mungkin karena sering membaca novel-novel berat seperti itu, aku tidak begitu suka denagn teenlit dan sebangsanya yang menurutku terlalu kekanakan, tapi tetap saja aku membacanya. Hanya sekedar untuk pembanding dan mencari tahu seperti apa model tulisan penulis A atau B. Dan karena aku sudah mengatamkan mulai dari buku-buku berbobot ringan hingga yang sulit dicerna, itu membawa dampak dan memperlihatkan ‘manfaat’ yang selama ini kupertanyakan.
Aku yang dulu terlalu takut untuk berbicara di depan umum mendapatkan keprcayaan diriku dari buku yang kubaca. Bahkan sekarang menjadi sulit berhenti bicara. Mendapat banyak kosa-kata baru. Lebih mudah memahami setiap pelajaran atau sesuatu yang baru kutemui. Bahkan tidak jarang kesukaan membacaku itu membawa makanan gratis, atau dalam bahasa lain aku bisa menhasilkan uang lewat membaca. Apa lagi yang harus kutulis? Sebenarnya sudah sangat banyak ‘manfaat’ yang kurasakaan. Sehingga aku justru bingung akan menuliskan yang mana.
Lagi, aku dapat tergabung dalam OSIS sekarang juga karena kecakapan berbicara yang kuperoleh akibat membaca. Mendapat juara dalam beberapa lomba menulis (surat, artikel, puisi) juga karena aku mempelajari cara-cara menulis dari penulis yang bukunya pernah kubaca. Mendapatkan job sebagai pembuat naskah dan lain sebagainya yang berhubungan dengan baca-tulis juga karena membaca. Tapi yang etrpenting, aku bisa menyukai dan belajar menulis karena membaca. yang sebelumnya tidak pernah terpikir olehku.
Tapi karena membaca pula aku mendapat kesulitan, dari orang tuaku. Mereka tidak suka aku membaca. pemikiran mereka sama denganku saat belum mengicipi asyiknya dunia membaca. Tapi lagi-lagi masalah ini terpecahkan karena membaca itu sendiri. Aku menunjukkan pada mereka kemampuanku, bakatku yang mulai muncul seiring perjalananku membaca. Juga menceritakan banyak hal, yang tidak mereka dapatkan dari televisi. Hingga mereka menganggapku cerdas dan memperbolehkanku membaca. 
Tidak hanya itu, ‘manfaat’ lainnya dalah kita bisa menyelesaikan masalah dari bacaan yang kita baca, seperti yang telah kutulis dalam paragraf sebelumnya. Memang, ‘manfaat’  yang satu ini tidak muncul secara langsung. Namun ‘manfaat’ dalam bentuk inilah yang dinamakan benar-benar ‘manfaat’ dari membaca. dapat mengaplikasikan apa yang ada didalam imajinasi dalam kehidupan sehari-hari. Menarik bukan? Mungkin masih ada juga ‘manfaat’ membaca yang datangnya tidak langsung dan belum terjadi padaku, jadi aku tidak bisa menjabarkannya. Dan bisa jadi ‘manfaat’ itu anda rasakan bila anda membaca. Jangan lupa katakan padaku bila ‘manfaat’ itu muncul pada anda.
Membaca membawaku kedalam imajinasi liar, tentang apapun, tanpa batas. Karena imajinasi memnag tak terbatas kan? Kecuali kita sendiri yang membatasinya. Lebih tinggi dari langit, atau lebih tinggi dari surga? Bisa. Lebih lias dari dunia. Jadi pada intinya, kita bisa mengelilingi dan meraba dunia lewat membaca. Bisa melihat hitam dan putihnya dunia bahkan sekalipun kita buta, tetap bisa melakukannya. Membentuk kepribadianku menjadi seorang pemimpi. Tapi percuma kalau hany bermimpi, dunia membutuhkan tindakan, action, bukan bualan atau angan-angan. Semua bacaan itu, rentetan huruf dan kata, memotivasiku sejauh ini. Menerangkan sisi lain dunia yang masih tertutup kabut. Mematahkan ke-tidak-ber-niat-an-ku dalan hal membaca.
Aku telah menemukan suatu alasan untuk membaca. Alasan itu yang membukaan buku dan menenggelamkanku padanya. Sehingga terbentuk aku yang sekarang, yang kurasa jauh lebih baik dari dulu. Menciptakan ‘manfaat’ yang nyata dan tidak ambigu lagi.
Membaca mengubah hidupku, sudah jelas dari apa yang kujabarkan di atas. Tapi mungkin masih banyak orang yang belum menemukan alasan untuk memulai membaca. Atau masih bingung dengan kalimat ‘manfaat’ yang ambigu. Membacalah, dan lihat sendiri keajaiban yang dibuat olehnya.
Kurekomendasikan pada anda agar segera membaca. Sekarang juga, eh, dengan membaca tulisanku ini anda telah memulai membaca juga. Tapi benar-benar ku anjurkan agar anda membaca, mulai sekarang. Agar tidak menyesal nantinya. Karena ‘manfaat’ membaca akan sangat anda rasakan. Membaca akan mengubah hidup kita. Pada intinya, untuk saat ini, aku percaya dengan kebenaran kalimat pertama yang kutulis dalam karangan ini.
Buku-buku itu tidak akan mengejarmu, datangi dia dan baca, sekarang!

Your Reply